√ Jangan Menunggu - Duduk Paling Depan

Jangan Menunggu

Menunggu bukan hal yang menyenangkan bagi saya yang nggak sabaran ini. Apalagi soal menunggu "jodoh" *uhuk*. Tapi menunggu orang yang tepat mungkin pantas. hm...masak?

Pernah nggak sih kita memang sudah merasa ingin dan siap menikah, sebagai wanita tentu kita nggak bisa bertindak banyak. Karena dalam agama dan etika yang melamar adalah pria bukan wanita. Pun sosok yang akan menjadi pendamping haruslah dia yang kita senangi secara fisik maupun kepribadian. Ini bukan soal teman biasa yang kita akan bertemu sesekali. Ini tentang teman hidup yang akan menemani kita, selamanya.

Ketika kita bertemu dengan sosok lelaki yang nge-klik banget sama kita entah itu dari hobi yang sama, ngobrol yang nyambung dan nggak ada habisnya kalau sama dia, atau mungkin karena semua yang kita cari selama ini ada pada dirinya. Ditambah ternyata dia pun mengungkapkan hal yang sama. bukan hanya soal mengungkapkan perasaan, dia pun kemudian mengucapkan kalimat yang bikin kita sebagai wanita bisa meleleh dan pengen terbang rasanya. Yaitu kalimat "Aku ngerasa cocok sama kamu, aku mau kamu jadi pendamping hidup aku. Aku pengen nikah sama kamu".

Saya yakin banget wanita yang mendengar kalimat itu dari lelaki yang memang disukainya pasti pengen mimisan sangking happynya, hihi *agak diperlebay boleh kan yaaaa*. Tapi kemudian lelaki itu menyambung kalimatnya. "Aku mau nikah sama kamu. Tapi aku mau ambil S-2 dulu, kamu mau kan nunggu aku dua tahun lagi?"

JEDAAARRR!! *ceritanya suara petir, biar dramatis kayak sinetron*

Disini kamu mulai bimbang. Di satu sisi lama banget nunggu dua tahun lagi. Padahal kalau nikah sekarang udah bisa punya anak tuh. Tapi di satu sisi kamu udah ngerasa dia orang yang tepat sebagai pendamping hidup, kalau ditolak belum tentu ada yang sebaik atau lebih baik dari dia. Akhirnya karena perasaan sudah turut bermain disini, maka kamu pun mengiyakan. 

Ada yang ceritanya sama? atau cuma beda alasan? kalau ilustrasi di atas si lelaki itu mau nyelesain S-2, kalau versi kamu apa? nunggu mapan? nunggu adeknya selesai sekolah? nunggu kucing bisa jalan pakai dua kaki? 

Yeah, memang galau rasanya kan kalau di kita sebagai wanita ada di posisi tersebut. Nah berdasarkan pengalaman saya *sok banyak pengalaman deh, padahal yang mau palingan cuma tukang ojek pengkolan*, Saya memilih untuk nggak menunggu.

Ceritanya waktu itu saya udah kapok bangetlah mendekati atau didekati pria hanya untuk "kita jalani aja dulu, gimana ujungnya lihat nanti" yang berujung gagal semua hahaha. Jadi saya udah mengkotak-kotakan tekad saya kalau nanti didekatin cowok langsung todong nikah aja deh. Biarin nggak usah pakai perasaan dulu, jadi kalau dianya nggak mau ya nggak usah sedih. Palingan malu aja dikit :P

Ringkas cerita dekatlah saya sama seorang lelaki yang saya rasa dia cocok dijadikan calon suami. Umur sudah cukup, punya pekerjaan tetap, latar belakang keluaga baik (pernah di pesantren pula), latar belakang pendidikan bagus. Dia yang lebih dewasa daripada saya, membuat saya yakin dia bisa menuntun saya menjadi lebih baik. Pas saya bilang saya maunya serius alias ke jenjang pernikahan bukan pacaran pun dia mau. Saya juga sudah ajak ketemu orangtua. Padahal saya nggak mau mengenalkan pria manapun secara khusus kepada orang tua kalau bukan saya benar-benar serius, orang tua saya juga tahu hal itu.

Eh tapi kok ya pas ketemu ortu dia nggak ada bahas apapun tentang niatan ingin serius sama saya? ortu pun segan untuk menanyakan hal tersebut. Saya bingung, ini saya yang kegeeran aja apa gimana? 

Setelah pertemuan itu pun saya bertanya, kenapa tidak ada pembicaraan tentang niatan mau serius sama saya ketika bertemu ayah ibu saya. Terkuaklah kalau dia memang mau serius, tapi saat ini dia seriusnya mau menyelesaikan study masternya yang kurang dari setahun lagi. 

Disitu saya galau. Padahal saya merasa dia cocok, saya pun sudah kenalin ke orang tua. Tapi setelah saya pikir-pikir, kalau saya iyakan untuk menunggu setahun bukanlah waktu yang sebentar. Saya takut kami terbawa perasaan dan ujung-ujungnya sama aja pacaran dulu labelnya. Akhirnya saya putuskan untuk tidak menunggu dan menjaga jarak dari dia.

Padahal sebelumnya saya sudah terbayang akan menjadi pengantin, eh nggak tahunya si pria belum siap. Makanya jangan kayak saya ya, kebanyakan ngehayal wkwkwk. Tapi sudahlah, saya anggap mungkin memang belum waktunya. Disini saya mulai mengumpulkan keyakinan lagi bahwa Allah akan berikan yang terbaik. Meski pria itu dulu baik di mata saya, tapi saya lebih yakin pilihan Allah sudah pasti yang TERBAIK. 

Disela-sela menunggu jodoh, saya banyakin beraktivitas yang positif seperti bekerja dan berkomunitas. Saya juga berusaha mendekatkan diri sama keluarga, mungkin Allah belum kasih jodoh karena diminta untuk lebih perhatian dulu sama keluarga. Saya juga rajin berdo'a, tiap habis sholat berdo'anya minta jodoh yang baik, yang saya senangi dan orang tua saya ridhoi. Kalau sedekah minta dido'akan sama yang disedekahi untuk minta jodoh yang baik, yang sholeh. Habis adzan, pas hujan, saat berbuka puasa, dimana waktu-waktu tersebut do'a tidak tertolak saya juga berdo'a minta jodoh. Niat banget, kan? 

Saya ingat pesan ayah saya yang bilang kalau kita mau minta sesuatu sama Allah minta terus jangan berhenti. Sholat lima kali sehari dikali sebulan, setahun, sudah berapa banyak tuh do'a kita? nanti Allah akan berikan karena dia lihat betapa kita gigih dan nggak berputus asa berharap kepada Dia saja. 

Oh ya ditambah lagi, kalau berdo'a untuk kepentingan pribadi berdo'a juga untuk kepentingan orang yang kita sayangi. Di dunia ini bukan cuma kita yang berharap jodoh, kan? ada sahabat-sahabat kita juga yang sedang menanti. Do'akan mereka, karena ketika kita mendo'akan orang lain, maka kita akan diberi kebaikan seperti apa yang kita minta untuk orang yang kita do'akan tersebut.
source pic here

Selain berdo'a tentu ikhtiar juga. Kalau ikhtiar saya ialah saya berusaha untuk tidak menutup diri. Kalau ada yang nanya kapan mau nikah? saya jawab, "ini udah mau, tolong cariin dong" mana tahu lewat perantara tersebut jodoh kita datang, kan?. Alhamdulillah berkat keisengan saya, saya dikenalkan sama mas Agus, saya todong nikah dia mau. Merasa socok, ya udah hayooook kita nikah. *kayak ngajak main kelereng ajeee*.
Alhamdulillah suami saya sekarang memang kayak yang saya impikan baik dari fisik maupun sifat. See? Allah itu memberikan yang terbaik bahkan untuk sesuatu yang kita nggak minta, kita nggak usahakan. Apalagi sesuatu yang kita minta dengan usaha dan do'a.

Saran saya, menunggulah hanya dengan berharap kepada Allah. Jangan pernah menunggu jika harus berharap sama manusia. Secara general,  lelaki adalah makhluk yang mengedepankan logika daripada perasaan. Jadi kalau dia bilang dia suka sama kita tapi butuh waktu untuk menikahi kita dengan alasan ada sesuatu yang dia prioritaskan, maka sadarlah bahwa pernikahan bukan prioritas utamanya untuk saat ini. Kita juga harus tegas, kalau kita memang merasa diri kita siap menikah ya jangan mau untuk menunggu meskipun yang dia janjikan adalah waktu yang sebentar. Laki-laki yang baikpun harusnya tahu, ungkapkanlah ketika kamu siap. Siap secara mental dan finansial. Karena perempuan adalah makhluk yang segala sesuatunya memakai perasaan. 

Saya nggak bermaksud menggurui, tapi hanya ingin berbagi. 

Tetap sabar dalam penantian ya dear muslimah, yakinlah seyakin-yakinnya bahwa pilihan ALLAH SWT tidak pernah salah. Selagi menunggu semangat terus  untuk memperbaiki diri ^^



Get notifications from this blog

10 comments

  1. Replies
    1. muaaaah, :* semoga istiqomah terus yaaaa muslimah cantikku.

      Delete
  2. Kak ein masih inget tika? Gak sengaja kebuka blog duhh kak:") lama gak tau kabar kakak.. Kakak udah nikah hehe.. Salut, kakak memberi inspirasi buat tika,bangga kenal kak ein.. Mauu ketemu kak

    ReplyDelete
  3. Terimakasih buat post nya yang super menampar ini Mbaaaa
    Semakin yakin buat terus memperbaiki diri :')

    Salam kenal dari Jatim, Mba :D

    ReplyDelete
  4. Itu juga yang aku tanyakan ke suami dulu Mba', Alhamdulillah akhirnya kami menikah. Thanks for sharing ya Mba'. :)

    ReplyDelete